Sebagai kota pusaka, Lasem memiliki latar belakang sejarah yang kuat, akulturasi budaya dan agama yang kental, serta bukti autentik kepusakaannya yang tak terhitung jumlahnya mulai dari peninggalan artefak, situs, foto-foto dan tersimpan segudang manuskrip baik yang bertuliskan huruf Arab, Cina maupun Jawa yang selain perlu diselamatkan fisiknya dari kerusakan juga perlu dialihmedia/digitalisasi guna melestarikan informasinya untuk kemudian secara terbuka bisa diakses agar dapat diteliti dan dikaji kandungan isinya.
Selama 3 hari sejak tanggal 17 Mei hingga 19 Mei 2023, dengan menghadirkan tim dari Perpusda Jateng serta Fakultas Ilmu Budaya UNDIP, Dinasarpus kabupaten Rembang bersama Perpustakaan Masjid Jami’ Lasem melakukan FGD yang dilanjutkan dengan alih media manuskrip yang tersimpan di Masjid Jami’ Lasem. Tak terkecuali ikut hadir dalam kegiatan tersebut dari dinbudpar Rembang, memberikan masukan dan dukungannya dalam pengembangan Museum Islam Nusantara yang berada satu komplek dengan bangunan masjid dan perpustakaan.
Sebanyak 14 manuskrip dengan ketebalan dan kondisi bervariasi telah berhasil didigitalisasi. Keempat belas manuskrip tersebut meliputi kitab mushaf, tasawuf, tafsir, tauhid, fiqih maupun cetakan kuno manaqib Mbah Ma’sum (pendiri pondok pesantren al-hidayah Lasem). Sebagian besar manuskrip kondisinya sudah rapuh dan beberapa bagian robek/hilang, namun demikian akhirnya semuanya kini telah selesai dialihmediakan, dibersihkan dan selanjutnya masing-masing disimpan dalam portepel yang telah disiapkan oleh Perpusda Jateng.
Masih banyak manuskrip yang ada di Lasem, yang masih terserak di berbagai tempat baik yang disimpan oleh ahli waris penulis, disimpan oleh yayasan/lembaga/organisasi maupun koleksi perorangan/pribadi. Tak sedikit yang men-sakralkan manuskrip yang dimilikinya, yang menyimpannya rapat-rapat agar tidak bocor informasinya. Bahkan mengkomersilkannya sebagai harta berharga yang bernilai jual tinggi. Terlepas dari berbagai polemik tersebut, tugas pemerintah adalah menelusuri, menginventarisir untuk kemudian secara persuasif berupaya mempreservasi manuskrip yang ada demi kepentingan pengembangan pustaka. Bahkan Pak Abdullah (Pengurus Perpustakaan Masjid Jami’ Lasem) mengatakan bersedia menerima dan merawat apabila ada masyarakat yang ingin menyerahkan dan menitipkan manuskrip yang dimilikinya kepada pihak Masjid.
Ke depan masih banyak yang harus dikerjakan. Selain mengawal dan mengumpulkan hasil-hasil kajian dari ke 14 manuskrip tersebut juga perlu memikirkan bagaimana membuat replika manuskrip tersebut agar bisa terpajang di museum, serta merawat manuskrip-manuskrip tersebut agar tetap utuh dan terhindar dari kerusakan. Sosialisasi dan koordinasi harus terus dilakukan agar semua pihak mengerti dan sadar betapa berartinya nilai manuskrip yang ada di Lasem sebagai bukti autentik Lasem adalah kota pusaka juga bukti kematangan sejarah dan intelektualitas Lasem tempat sejumlah tokoh besar berasal.